Senin, 23 Maret 2009

Kamis, 2009 Januari 29

Carlo Collodi
Diterjemahkan dari Pinocchio: Tale of A Puppet
Diterjemahkan oleh Wiwin Indiarti
Illustrasi oleh William D Kuik
Liliput Jogjakarta, 2005
ISBN 9793813024
282 halaman

Siapa yang tidak tahu kisah Pinokio, salah satu dari classic children literatures yang paling terkenal? Sebegitu populernya, sehingga istilah hidung memanjang sudah dipahami sebagai berbohong. Sejak kecil kita sudah membaca atau menonton filmnya. Paparan pertamaku pada Pinokio adalah dengan buku cerita bergambar berukuran sebesar majalah. Gambarnya berwarna dan bagus sekali, sayang tidak tahu siapa penerbitnya (kelihatannya terjemahan), dan sekarang juga entah kemana raibnya buku itu. Yang jelas buku yang kubaca dulu berbasis pada Pinokio versi Disney.

Dari buku itu, aku kenal Pinokio sebagai boneka kayu yang baik hati, tetapi ditipu oleh pemilik sirkus Stromboli dan kemudian oleh serigala jahat Foulfellow dan kucing tolol Gideon, kemudian juga oleh orang (lupa namanya) yang membawanya naik kereta yang ditarik keledai (oh they are so adorable!) ke Pulau Kesenangan. Di rumah Geppetto, Pinokio tinggal dengan Jimini Jengkerik (makhluk keren berjas tuxedo, topi tinggi dan payung sebagai tongkatnya) yang oleh Ibu Peri dijadikan penjaga hati Pinokio, kucing bernama Figaro, dan ikan mas bernama Cleo, semuanya kemudian pergi bersama Geppetto mencari Pinokio, sampai tertelan oleh ikan paus. Di Pulau Kesenangan, Pinokio digambarkan memegang cerutu, berjalan di jalanan yang di sepanjang tepinya berjajar-jajar es krim raksasa (jaman dulu kan jarang bisa beli es krim, jadi dulu suka betul memandangi gambar ini) dan kue-kue raksasa. Pinokio banyak ditolong oleh Ibu Peri yang disebut Peri Biru. Peri ini pulalah yang kemudian mengubahnya menjadi manusia.

Tetapi bukan cerita indah seperti itu yang ada pada buku ini. Ternyata, buku Pinokio untuk anak-anak itu telah diadaptasi biar tidak terlalu menyedihkan. Bagaimanakah sebenarnya kisah Pinokio?

Cerita dimulai dengan seorang tukang kayu yang mendapatkan bahwa sepotong kayu yang akan dijadikannya kaki meja ternyata bisa berbicara. Tidak hanya itu, kayu itu juga bisa bergerak sendiri memukul tukang kayu dan Geppetto yang saat itu datang ke rumahnya, memicu perkelahian antara mereka. Kayu itu kemudian diberikan pada Geppetto untuk dijadikan boneka. Boneka yang kemudian diberi nama Pinokio itu sudah kurang ajar sejak awal: melotot, menertawakan, menjulurkan lidah, mengambil wig, menendang, melarikan diri, bahkan mengakibatkan Geppetto masuk penjara. Hidungnya sudah panjang (dan tidak bisa dipendekkan dengan memotongnya) sejak dibuat. Pinokio juga sangat malas. Janji-janji yang dibuatnya berkali-kali dilanggar.

Jimini Jengkerik adalah tokoh yang diperkenalkan dalam film oleh Walt Disney. Di buku ini, Jimini Jengkerik sebenarnya tidak punya nama, dan tidak berpakaian. Jengkerik itu berada dalam bentuk jengkerik yang sebenarnya. Dia muncul beberapa kali, sebagai penasihat, yang tak dipedulikan oleh Pinokio, bahkan dibikin gepeng olehnya dengan palu.

Walau Pinokio sebegitu menyebalkan, Geppetto tetap sabar dan baik padanya (aku tambah sebal). Mulai dari memberikan sarapannya untuk Pinokio, memasangkan kaki baru (kaki lama Pinokio terbakar waktu tidur dengan kaki terjulur ke perapian), menjual jaketnya satu-satunya untuk membelikan buku ejaan, dan macam-macam lagi. Pinokio malah membalasnya dengan menjual buku ejaannya demi menonton pertunjukan boneka.

Karena kebodohannya, Pinokio juga jatuh berulang kali ke tangan si jahat Rubah dan Kucing, yang menipu, mengambil uang, dan menggantung Pinokio di pohon. Ia juga diselamatkan berulang kali oleh Peri berambut biru (mulai dari wujud boneka kecil sampai wanita dewasa). Pendeknya, kekurangajaran, kenaifan, dan kemalasan Pinokio seakan tidak ada habisnya. Tapi pada akhirnya, sesudah mengalami banyak kesengsaraan, Pinokio yang pada dasarnya tidak jahat dan sebenarnya sangat menyayangi Geppetto, akhirnya memperoleh apa yang diinginkannya. Usaha kerasnya untuk menolong Geppetto dari perut ikan paus dan menyembuhkan Geppetto telah menjadikan dirinya pantas menjadi manusia yang sebenarnya, flesh and blood.

Sebegitu panjang, berbelit dan sarat realita brutal semua hal yang harus dialami Pinokio untuk menjadi manusia seutuhnya (caila...), tidak heran oleh media film untuk anak-anak dibuat lebih sederhana dan kurang sengsara dibanding aslinya. Bahkan, di edisi asli Pinokio (yang serial di majalah), cerita berakhir dengan Pinokio mati digantung. Tokoh Peri Biru baru dimunculkan ketika kisah Pinokio dibuat menjadi buku, dimana Peri Biru ini menyelamatkan Pinokio.

Untuk orang dewasa, buku ini terasa agak membosankan, karena kebodohan Pinokio yang serasa berlebihan. Jalan ceritanya terasa absurd. Bukan berarti aku tidak suka cerita yang absurd; Alice in Wonderland, Alice through Looking Glass, buku-buku Kobo Abe, semuanya absurd, tetapi nyaman dibaca. Pinokio ini terlalu berkepanjangan. Buku ini juga sarat dengan allegori dan nasihat.

Ilustrasi buku ini, yang dibuat oleh William D Kuik, agak aneh dan sulit dipahami. Ilustrasinya kadang seperti sketsa gambar untuk komik yang ditumpuk jadi satu. Jadi, misalnya untuk menggambarkan gerakan mengangkat tangan, ada sketsa ketika tangan masih belum diangkat, ketika tangan diangkat sedikit, lalu ketika tangan diangkat lebih tinggi lagi, dst, semua ditumpuk jadi satu. Creepy, kadang-kadang.

Carlo Collodi, aka Carlo Lorenzini (1826-1890), adalah jurnalis, penulis, dan pengamat pendidikan. Pinokio sebenarnya mempunyai judul asli Storia di un burattino (Kisah sebuah Boneka), dan awalnya ditulis secara berseri untuk mingguan anak Il Giornale dei Bambini. Pinokio, dalam bahasa Tuscany berarti "pine nut".

Tidak ada komentar: